Perjanjian adalah: suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. (Pasal 1313 KUH Perdata)Syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPerdata:
A. SEPAKAT MEREKA YANG MENGIKATKAN DIRI;
Menurut Maris Feriyadi (2007) sepakat adalah pertemuan dua kehendak dimana kehendak pihak yang satu saling mengisi dengan kehendak pihak yang lain dan kehendak tersebut harus diberitahukan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Sepakat atau persesuaian kehendak diantara para pihak tersebut adalah mengenai hal-hal pokok dalam perjanjian, kata sepakat dari para pihak tersebut harus dinyatakan dalam keadaan bebas artinya tidak adanya cacad kehendak.
A. SEPAKAT MEREKA YANG MENGIKATKAN DIRI;
Menurut Maris Feriyadi (2007) sepakat adalah pertemuan dua kehendak dimana kehendak pihak yang satu saling mengisi dengan kehendak pihak yang lain dan kehendak tersebut harus diberitahukan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Sepakat atau persesuaian kehendak diantara para pihak tersebut adalah mengenai hal-hal pokok dalam perjanjian, kata sepakat dari para pihak tersebut harus dinyatakan dalam keadaan bebas artinya tidak adanya cacad kehendak.
B. CAKAP UNTUK MEMBUAT SUATU PERJANJIAN;
Menurut KUHPerdata yang disebut orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah:
orang-orang yang belum dewasa;
mereka yang berada di bawah pengampuan;
orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjianperjanjian tertentu.
Orang yang belum dewasa menurut ketentuan Pasal 330 KUHPerdata adalah mereka yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah melangsungkan perkawinan.
Secara a contrario dapat dinyatakan bahwa sudah dewasa menurut KUHPerdata adalah sudah berumur 21 tahun atau sudah menikah. Namun menurut ketentuan UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, ditentukan bahwa belum dewasa adalah anak yang belum mencapai usia 18 tahun.
Berdasarkan beberapa ketentuan tersebut dapat diketahui secara a contrario bahwa seseorang dikatakan sudah dewasa apabila sudah berumur 18 tahun atau lebih. Menurut ketentuan Pasal 443 KUHPerdata setiap orang dewasa yang selalu dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap harus ditaruh dibawah pengampuan, walaupun jika ia kadang-kadang cakap mempergunakan pikirannya. Dan seorang dewasa dapat pula ditaruh dibawah pengampuan karena keborosannya.Seorang perempuan bersuami tidak boleh melakukan perbuatan hukum tertentu tanpa izin dari suaminya diatur dalam Pasal 108 dan Pasal 110 KUHPerdata.
Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 1963, maka ketentuan Pasal 108 dan Pasal 110 KUHPerdata tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi. Selanjutnya, menurut ketentuan Pasal 31 (1) UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyatakan bahwa hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan di rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. Selanjutnya Pasal 31 ayat (2) menyatakan bahwa masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Dengan demikian, saat ini seorang wanita yang telah bersuami boleh melakukan perbuatan hukum tanpa harus mendapat ijin terlebih dari suaminya.
Akibat hukum dari ketidakcakapan dalam membuat perjanjian adalah bahwa perjanjian yang telah dibuat itu dapat dimintakan pembatalannya kepada Hakim. Jika pembatalan tidak dimintakan oleh pihak yang berkepentingan, sepanjang tidak dimungkiri oleh pihak yang berkepentingan, perjanjian itu tetap berlakubagi pihak-pihak.
C. MENGENAI SUATU HAL TERTENTU;
Dalam perjanjian, suatu hal tertentu merupakan obyek dari perjanjian, dimana suatu pokok perjanjian diadakan. Di dalam suatu perjanjian obyek perjanjian harus tertentu atau setidak-tidaknya dapat ditentukan
D. SUATU SEBAB YANG HALAL
Pasal 1337 KUHPerdata menyatakan bahwa kausa atau sebab yang halal adalah apabila keadaan tersebut tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.
Menurut KUHPerdata yang disebut orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah:
orang-orang yang belum dewasa;
mereka yang berada di bawah pengampuan;
orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjianperjanjian tertentu.
Orang yang belum dewasa menurut ketentuan Pasal 330 KUHPerdata adalah mereka yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah melangsungkan perkawinan.
Secara a contrario dapat dinyatakan bahwa sudah dewasa menurut KUHPerdata adalah sudah berumur 21 tahun atau sudah menikah. Namun menurut ketentuan UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, ditentukan bahwa belum dewasa adalah anak yang belum mencapai usia 18 tahun.
Berdasarkan beberapa ketentuan tersebut dapat diketahui secara a contrario bahwa seseorang dikatakan sudah dewasa apabila sudah berumur 18 tahun atau lebih. Menurut ketentuan Pasal 443 KUHPerdata setiap orang dewasa yang selalu dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap harus ditaruh dibawah pengampuan, walaupun jika ia kadang-kadang cakap mempergunakan pikirannya. Dan seorang dewasa dapat pula ditaruh dibawah pengampuan karena keborosannya.Seorang perempuan bersuami tidak boleh melakukan perbuatan hukum tertentu tanpa izin dari suaminya diatur dalam Pasal 108 dan Pasal 110 KUHPerdata.
Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 1963, maka ketentuan Pasal 108 dan Pasal 110 KUHPerdata tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi. Selanjutnya, menurut ketentuan Pasal 31 (1) UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyatakan bahwa hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan di rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. Selanjutnya Pasal 31 ayat (2) menyatakan bahwa masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Dengan demikian, saat ini seorang wanita yang telah bersuami boleh melakukan perbuatan hukum tanpa harus mendapat ijin terlebih dari suaminya.
Akibat hukum dari ketidakcakapan dalam membuat perjanjian adalah bahwa perjanjian yang telah dibuat itu dapat dimintakan pembatalannya kepada Hakim. Jika pembatalan tidak dimintakan oleh pihak yang berkepentingan, sepanjang tidak dimungkiri oleh pihak yang berkepentingan, perjanjian itu tetap berlakubagi pihak-pihak.
C. MENGENAI SUATU HAL TERTENTU;
Dalam perjanjian, suatu hal tertentu merupakan obyek dari perjanjian, dimana suatu pokok perjanjian diadakan. Di dalam suatu perjanjian obyek perjanjian harus tertentu atau setidak-tidaknya dapat ditentukan
D. SUATU SEBAB YANG HALAL
Pasal 1337 KUHPerdata menyatakan bahwa kausa atau sebab yang halal adalah apabila keadaan tersebut tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.
No comments:
Post a Comment