Sunday, February 20, 2011

A Way For Loves


Dipagi hari yang cerah aku berada di sanggar sekolahku. Namaku Bara Hardian, panggilanku Bara. Aku siswa SMU Cendrawasih Jakarta yang sekarang duduk di kelas tiga dan sebentar lagi akan lulus. Aku pandai melukis dan bercita-cita untuk masuk ke universitas seni, melalui itu aku akan menjadi pelukis ternama.
Aku sedang memikirkan apa yang akan aku lukis hari ini. Aku memandang ke luar jendela dan tiba-tiba ada seorang gadis cantik yang lewat di depanku. Ia adalah adik kelasku yang bernama Dina Riantika. Dina adalah gadis yang cantik, ia juga disenangi oleh teman-teman sekitarnya karena ia termasuk anak yang supel di sekolah. Setelah ia lewat aku berpikir bahwa akan menjadi karya yang hebat jika aku melukisnya. Keesokan harinya aku bermaksud menghampiri Dina di kelasnya untuk bertanya kepadanya, apa aku boleh melukisnya? Tetapi sepertinya ia sedang tidak ada di kelas, jadi aku akan menghampirinya lagi pada saat istirahat nanti.
Lalu bel istirahat telah berbunyi dan aku langsung mencari Dina di kelasnya. Ternyata ia ada di kelas sedang mengobrol dengan temannya. Aku memnggilnya dan iapun berjalan ke arahku. Karena sebelumnya kami belum berkenalan, aku memperkenalkan diriku terlebih dahulu kemudian aku menceritakan kejadian waktu aku melihatnya dan bermaksud menjadikannya objek lukisanku. Aku bertanya kepadanya.
”Din, apa kamu mau menjadi model lukisanku?”
”Hah,jadi model lukisan?”
”Iya, aku ingin melukismu.”
”Gimana ya....., aku pikir-pikir dulu ya?”
”Ok, tapi apa besok kamu sudah bisa memberithuku?
”Ya mungkin bisa. Kita lihat saja besok.”
”Ya sudah besok aku ke sini lagi. Thank you.....”
Keesokan harinya pada jam yang sama seperti kemarin aku menghampirinya lagi di kelasnya.
”Din, gimana soal yang kemarin?”
”Ya setelah kupikir mungkin asik juga jadi model lukisan. Iya aku mau jadi modelmu, tapi jangan disuruh bugil ya!”
”Hahahahahaha......... iya tidak akan ku suruh bugil ko.”
Setelah menerima persetujuannya aku mulai melukisnya. Aku mengamati setiap kagiatan dan tingkahlakunya untuk bisa menggambarkan ekspresi dalam dirinya. Setelah bebeapa minggu lukisankupun selesai. Aku langsung memberitahu Dina bahwa lukisan dirinya sudah selesai melalui telepon. Aku juga berkata akan mengantarkan lukisan itu ke rumahnya.
Setelah selesai berbicara dengannya di telepon aku langsung pergi ke rumahnya untuk mengantarkan lukisan itu. Tetapi ketika sudah dekat dengan rumahnya tiba-tiba muncul mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi dan menabrakku. Akupun langsung jatuh dan tidak sadarkan diri.
Dina yang sedang menunggu di rumahnya bingung karena aku tidak kunjung datang. Ia pergi ke luar untuk melihat. Lalu ia melihat kerumunan dan berlari menuju kerumunan tersebut. Ia melihat tubuhku yang tergeletak di jalan, tidak lama terdengar suara sirine ambulan yang mendekat. Sepertinya sudah ada yang memanggil ambulan. Dina yang kenal denganku ikut dalam ambulan bersama denganku yang tidak sadarkan diri.
Aku dibawa ke rumah sakit terdekat dan langsung di operasi. Setalah operasi selesai aku dibawa ke kamar inap dan Ditapun menemaniku sampai aku tersadar. Aku melihat Dina yang sedang duduk di kursi. Kemudian aku mencoba mengingat kembali apa yang terjadi kepadaku. Terdengar suara pintu terbuka dan dokterpun masuk untuk memeriksa keadaanku. Lalu dokter menjelaskan bahwa ada urat di tangan kananku yang putus sehingga tangan kananku tidak bisa digunakan kembali.
Setelah mendengar hal itu aku merasa sedih dan bingung karena tidak bisa melanjutkan ke universitas yang aku inginkan, aku mersa sebagian dari hidupku telah hilang. Aku sudah keluar dari rumah sakit dan mulai bersekolah lagi. Dina yang melihatku berjalan seperti orang yang sudah tidak mempunyai semangat untuk hidup merasa bersalah, karena seandainya ia tidak mengiyakan tawaranku untuk mengantar lukisan itu ke rumahnya maka aku tidak perlu mengalami kejadian seperti ini.
Mulai hari itu Dina bertekad mengembalikan semangat hidupku yang sudah hilang itu. Ia terus menyemangatiku setiap hari. Ia yang bisa menulis dengan tangan kiri mengusulkan padaku untuk belajar menulis dengan tangan kiri juga. Aku yang mendengar ide tersebut melihat adanya harapan untuk melanjutkan ke universitas yang aku inginkan. Dina yang bisa menulis dengan tangan kiri mengajariku setiap hari untuk menggunakan tangan kiriku. Setelah beberapa lama aku mulai terbiasa menulis dengan tangan kiriku. Karena sudah terbiasa aku memberanikan diri untuk mencoba melukis kembali dan Dinapun selalu menyemangatiku. Aku memulai lagi semua dari awal untuk menjadi seorang palukis. Setelah itu akupun berhasil melukis dengan tangan kiriku, tentu aku tidak akan lupa berkat siapa aku bisa kembali melukis dan entah mengapa akhir-akhir ini aku selalu terbayang wajahnya yang sedang tersenyum itu.
Akhirnya tibalah hari pendaftaran untuk masuk ke universitas seni yang aku inginkan. Aku mengikuti tes masuk dan berusaha keras agar bisa diterima. Sekarang aku tinggal menunggu pengumuman apakah aku diterima atau tidak. Aku mulai menjalani hari-hariku dengan normal lagi dan akhir-akhir ini aku juga selalu bersama dengan Dina. Kami sering mengobrol dan bercanda berdua atau makan berdua di kantin sekolah. Sepertinya hubungn kami makin lama makin akrab. Sekarang tibalah hari pengumuman masuk tidaknya aku ke universitas itu. Aku mencari nomor urutku yang ku pakai saat ujian di papan pengumuman. Lalu akupun melihat nomorku tercantum di situ. Aku senang sekali karena aku diterima di universitas itu. Aku memberitahukan kabar baik ini kepada Dina, iapun memberi selamat kepadaku. Entah apa yang terjadi dalam diriku, setiap kali aku bersama Dina dadaku berdbar-debar. Lalu akupun diwisuda, saat wisuda aku sadar bahwa aku telah jatuh cinta kepada Dina. Aku pergi keliling sekolah mencari Dina. Akupun menemukannya sedang duduk sendirian di kelasnya. Lalu aku menghampirinya, dengan nafas yang terengah-engah karena berlari aku mengatakannya.
”Din aku suka kamu, maukah kamu menjadi pacarku?”
Dina yang mendengarnya terkejut dan terdiam. Tidak lama iapun tersenyum dan berkata.
”Iya aku mau jadi pacarmu......!”
Setelah mendengar itu aku mendekatinya. Aku memiringkan kepalaku. Ia memejamkan matanya. Tangan kiriku menyentuh pipi kanannya dan perlahan-lahan bibirku mengecup bibirnya. Kamipun memulai hubungan kami sebagai sepasang kekasih.




~The End~

No comments:

Post a Comment